Monday 5 March 2012

makalah islam dan modernitas

ISLAM DAN MODERNITAS
A. Pendahuluan
Pergumulan antara Islam dan modernitas merupakan salah satu permasalahan krusial yang dihadapi oleh kaum Muslimin dewasa ini. Secara historis, proses modernisasi di dunia Muslim sebenarnya sudah berlangsung lama, tepatnya sejak otoritas Islam sebagai kekuatan politik merosot tajam pada abad ke-18 M.
Negara-negara Eropa tidak sekedar melakukan kolonialisasi tetapi lebih dari itu, mereka juga membawa misi untuk menancapkan mega proyek yang disebut “modernisasi”, berupa paket besar dari Barat yang di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, agama bahkan budaya. Akibat modernisasi yang kadang-kadang terlihat sengaja dipaksakan itu, telah menimbulkan kontradiksi-kontradiksi di dunia Islam khususnya Timur Tengah.
Uniknya, ketegangan teologis ini secara tak terduga telah melahirkan reaksi intelektual dari kaum Muslimin yang berupa aliran-aliran pemikiran keagamaan yang kemudian memperkaya pemikiran dan khazanah intelektual-keagamaan Islam. Di antaranya, apa yang terkenal dengan sebutan Modernisme Islam, Tradisionalisme Islam, Fundamentalisme Islam, Neo Modernisme Islam, Neo Fundamentalisme Islam dan Post Tradisionalisme Islam.
B. Latar Belakang Masalah
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, terdari dari :
1. Apa pengertian modernisasi?
2. Bagaimana Akar Historis Pergulatan Islam Dan Modernitasn?
3. Bagaimana Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia?



C. Pembahasan
1. Pengertian Modernisasi
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original melainkan “diekspor” dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pemaknaan yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim, dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi adalah mencakup “pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Di kalangan orientalis sendiri menilai reaksi modernisasi yang dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “apologetis” terhadap Islam dari berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan misioneris Kristen dengan menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat, dan juga modernisasi dipandang sebagai “romantisisme” atas kegemilangan peradaban Islam yang memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam. Akan tetapi, sesudah itu Barat bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat tersebut termasuk modernisasinya.
Sehingga dengan demikian jelas dari perspektif historis harus diakui bahwa istilah modernisasi ini untuk pertama kali diperkenal bukan oleh sarjana Muslim didunia Islam melainkan oleh sarjana Barat dalam konteks gejala keagamaan atau lebih tepat disebut sebagai suatu aliran yang muncul dari tubuh agama Kristen dengan munculnya gerakan “pembacaan baru” terhadap doktrin kegamaan supaya terkesan lebih sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi,10 dan sangat dimungkin kalau para modernis awal di kalangan dunia Islam sangat terinspirasi dari gejolak modernisasi keagamaan.
2. Akar Historis Pergulatan Islam Dan Modernitas
Secara historis, proses modernisasi di dunia Muslim sebenarnya sudah berlangsung lama, tepatnya sejak otoritas Islam sebagai kekuatan politik merosot tajam pada abad ke-18 M. Masuknya modernitas ke dalam dunia Muslim melewati suatu proses yang disebut dengan l’irruption (bahasa Perancis) yang berarti serbuan (militer). L’irruption pertama kali terjadi ketika Napoleon Bonaparte melakukan ekspedisi ke Mesir tahun 1798-1801. Ekspedisi Napoleon selanjutnya tidak hanya bermakna penaklukan militer tetapi juga eksplorasi ilmiah, karena selain membawa pasukan Napoleon juga membawa serta sekitar 500 ilmuwan ke Mesir.
Pada periode berikutnya setelah Mesir berhasil ditaklukkan dan kemudian merambah ke wilayah lain, kaum Muslim secara tidak langsung seperti disadarkan akan kelemahan-kelemahannya. Bersamaan dengan ekspedisi Napoleon itu, berturut-turut negara-negara Eropa seperti Belanda, Inggris, Portugis dan Italia juga melakukan kolonisasi dibeberapa negara Muslim. Bahkan, negara-negara Eropa itu tidak hanya melakukan kolonisasi, tetapi juga proses modernisasi, suatu paket besar yang didalamnya terdapat ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, agama dan budaya. Akibat proses modernisasi sebagai produk kolonialisme yang awalnya lebih bersifat Eropanisasi dan Westernisasi itulah kemudian muncul ketegangan di negara-negara Muslim.
Menurut Daniel Lerner, Ketegangan itu akhirnya melahirkan semacam ‘kegagapan’ kaum Muslim dalam mengawinkan Islam sebagai entitas yang sakral, dengan modernitas sebagai entitas yang profan. Sementara, W. Brand menjelaskan fenomena ketegangan itu sebagai ‘salah baca’ kaum Muslim terhadap modernitas. Menurutnya, hal ini bisa dilihat dalam kasus Turki tahun 1924; ketika Mustafa Kemal Attaturk melakukan serangkaian modernisasi, yang popluer dengan istilah ‘Kemalisme” dengan 6 prinsipnya yakni, republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekularisme, dan reformisme. Melalui proyek ‘kemalisme’nya, Kemal melakukan perombakan total seluruh institusi politik dan kultural di Turki untuk kemudian diselaraskan dengan Barat, meski pada akhirnya gagal total dan Kemal dicemooh karena kecerobohannya.
Kaum pembaharu di Turki, khususnya kelompok Kemal, dalam menjalankan proyek modernisasinya hanya melibatkan teknikalisme bangsa Turki. Ada dua kesalahan utama dalam pembaharuan di Turki. Pertama, adanya kompleks psikologis dalam rangka penegasan ide tentang modernitas (misalnya; Turki ingin diakui sebagai Eropa “yang maju”, dibanding sebagai Asia “yang terbelakang”. Kedua, adanya pemutusan warisan (tradisi) kultural yang sudah berakar sebelumnya di masyarakat, khususnya yang menyangkut tradisi masyarakat Turki dan huruf Arab.
Berbeda dengan Turki, Jepang justru melakukan modernisasinya, bukan dengan cara menginginkannya disebut sebagai Eropa, tetapi dengan cara menegaskan keasliannya (originality). Jepang juga tidak melakukan pemutusan warisan (tradisi) kulturalnya, tetapi melakukan asimilasi jiwa kemodernan dengan kultur asli Jepang. Sumber inspirasi untuk menjadi modern bukan Eropanisasi, tetapi semangat dan jiwa keagamaan Jepang yakni Tokugawa. Pada perkembangan selanjutnya, berbeda dengan Turki yang terbukti gagal dengan upaya modernisasinya, Jepang sejak Restorasi Meiji 1868 justru berhasil menunjukkan keberhasilan modernisasinya kepada dunia internasional, meskipun sempat mengalami jatuh bangun.
Singkatnya, banyak tokoh yang sepakat bahwa proses modernisasi yang telah dan sedang berlangsung di berbagai belahan dunia Muslim akan mengalami banyak hambatan jika melupakan tradisi. Jepang yang memanfaatkan tradisi sebagai khasanah kultural untuk menjadi modal dalam proses modernisasi itu terbukti berhasil. Sementara, Turki yang mengabaikan hal itu justru dianggap gagal.
3. Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia
a. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi pembaharuan dan modernisasi yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868±1923). Ahmad Dahlan bertujuan memurnikan ajaran Islam dari apa yang disebutnya T.B.C. (tachajoel, bid`ah, choerafat). Muhammadiyah mempelopori penentuan arah kiblat secara eksak, penggunaan metode hisab untuk menentukan awal dan akhir puasa Ramadhan, shalat hari raya di lapangan, pemberian khutbah dalam bahasa yang difahami jemaah, penghilangan bedug dari mesjid; penyederhanaan upacara kelahiran, khitanan, perkawinan, dan pengurusan jenazah.
Di bidang sosial dan pendidikan Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah, panti asuhan, dan poliklinik.
Agar kaum wanita terangkat derajatnya, Ahmad Dahlan dan istrinya, Siti Walidah (Nyi Haji Ahmad Dahlan), mendirikan perkumpulan Sopotresno tahun 1914, yang diubah namanya menjadi Aisyiyah pada tahun 1917. Kemudian berdiri pula kepanduan Hizbul Wathan tahun 1918, disamping perkumpulan Siswa praja Wanita dan Siswa praja Pria sebagai wadah anak-anak muda, yang kemudian masing-masing menjadi Nasyi’at ul-Aisyiyah tahun 1931 dan Pemuda Muhammadiyah tahun 1932.
b. Persatuan Islam
Pembicaraan mengenai gerakan modernisme Islam tidaklah lengkap apabila kita mengabaikan sebuah organisasi pembaharuan yang bersifat ³caberawit´: kecil tetapi pedas. Itulah organisasi Persatuan Islam (Persis) yang didirikan di Bandung tanggal 17 September 1923 atau 5 Safar 1342) oleh ulama asal Palembang, Kyai Haji Zamzam (1894±1952), yang juga pernah bertahun-tahun menuntut ilmu keagamaan di Makkah. Seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad, Persatuan Islam juga menyatakan sebagai penerus gerakan pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tokoh Persatuan Islam yang terkenal adalah Ahmad Hassan (1887±1958).Lahir dan besar di Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja sudah mengenal gagasan pembaharuan yang disebarkan majalah Al-Imam. Ahmad Hassan berpendapat bahwa pintu ijtihad harus dibuka dengan cara shock therapy, sehingga umat Islam terbangun dari tidur lelap. Jika Muhammadiyah mengutamakan aksi-aksi sosial melalui sekolah, rumah sakit dan panti asuhan, maka Persatuan Islam mengutamakan da`wah lisan dan tulisan, seperti memperbanyak tabligh, menerbitkan buku dan majalah, menyelenggarakan debat publik, dan berpolemik di media massa. Buku-buku dan majalah yang diterbitkan Persatuan Islam menjadi bahan rujukan bagi kaum modernis diIndonesia, terutama majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Demikian pula seri 11 buku So’al Djawab karya Ahmad Hassan tersebar di seluruh Indonesia dan Malaysia.
c. Kaum Tradisionalis
Munculnya gerakan modernisme menyebabkan para pengamat keislaman membagi umat Islam Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kaum modernis dan kaum tradisionalis. Yang disebut terakhir ini pada garis besarnya mempunyai tiga ajaran utama. Pertama, menganut mazhab Muhammad ibn Idrisasy-Syafi`i (767-820) dalam masalah hukum agama, dengan tidak mengesampingkan mazhab Abu Hanifah (700±767), mazhab Malik ibn Anas (711±795), dan mazhab Ahmad ibn Hanbal (780±855). Kedua, menganut skolastisisme Abu Hasan al-Asy`ari (873±935) dan Abu Mansur al-Maturidi (896±944) dalam masalah ketuhanan. Ketiga, menganut ajaran Abul-Qasim al-Junaidi (828±910) dan Abu Hamid al-Ghazali (1058±1111) dalam masalah tasawuf.
Kaum tradisionalis di Indonesia juga terstimulasi untuk membentuk organisasi. Pada tahun 1917 K.H. Abdul Halim di Majalengka mendirikan Persyarikatan Ulama (sejak 1952 bernama Persatuan Umat Islam atau PUI). Lalu pada 31 Januari 1926 (17 Rajab 1344) di Surabaya lahir Nahdlatul-`Ulama (NU) yang didirikan K.H. Hasyim Asy`ari (1871±1947). Kemudian menyusul duaorganisasi di Sumatera, yaitu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Minangkabau pada tanggal 5 Mei 1928 (15 Dzulqa`dah 1346), serta Jam`iyyahal-Washliyyah di Medan pada tanggal 30 November 1930 (9 Rajab 1349).
Semua organisasi kaum tradisionalis ini mempertahankan mazhab Syafi`i. Gerakan-gerakan modernisme Islam oleh beberapa pengamat dinilai telah kehilangan semangat pembaharuannya, karena terlalu sibuk mengelola amal usaha dan kegiatan rutin lainnya, sehingga kurang tanggap terhadap masalah-masalah baru yang dihadapi umat Islam.




D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original melainkan “diekspor” dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pemaknaan yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim, dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Modernisme ialah konsep yang berhubungan dengan hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya di jaman modern.
Konsep modernisme ini meliputi banyak bidang ilmu (termasuk seni dan sastra) dan setiap bidang ilmu tersebut memiliki perdebatan mengenai apa itu 'modernisme'. Modernisme dan modernisasi dalam Islam lahir pada periode modern dalam sejarah Islam
2. Saran
Dalam menyikapi modernisasi, kaum muslimin terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, yang menerima ide barat secara mutlak; kedua, yang menolak sama sekali ide barat; dan ketiga, yang menerima secara selektif. Terlepas dari benar atau tidaknya anggapan tersebut, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Al-Irsyad, dan gerakan sejenisnya yang terlanjur dijuluki kaumpembaharu´ hendaknya lebih meningkatkan ijtihad dalam merespons tantangan abad ke-21 yang makin rumit dan tidak terduga arahnya.








DAFTAR PUSTAKA
Daniel Lerner, Memudarnya Masyarakat Tradisional, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983).
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
Nurcholish Madjid, Agama dan Modernisasi: Pelajaran dari Jepang dan Turki, (terjemahan Azyumardi Azra dan Hari Zamhari), Jakarta: Pustaka Panjimas.
Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994),
Sumanto al-Qurtubi, Proyek Membangun Jalan Tengah: Membaca Pemikiran Hukum KH Sahal Mahfudz, dalam Jurnal Taswhirul Afkar, 2001, Post Tradisionalisme Islam: Ideologi dan metodologi, Jakarta: Lakpesdam NU.

1 comment:

  1. BCS, casino, sportsbook, gambling at BCS.net
    BCS.NET offers betting, 바카라양방계산기 gaming and 안전한 사이트 online gambling services, a free access to 메가 슬롯 the 바카라롤링총판 best gambling content 야구분석 and services, as well as casino and borgata

    ReplyDelete